Sunday, March 24, 2013

Sociopreneur

 
Kelas#10 yang berlangsung pada Minggu (17/03/2013) di Kedai Kopi Kultur mengangkat tema sociopreneur. Difasilitatori oleh Dicky Lopulalan, pendiri sekaligus pengelola Lopulalan Institute dimana Kedai Kopi Kultur adalah salah satu bentuk sindikat sosialpreneurnya yang berkolaborasi dengan beberapa sahabatnya.

Berbeda dari kelas sebelumnya kelas#10 ini, berlangsung dengan proses pembelajaran partisipatoris. Dimana peserta akan terlibat langsung sebagai narasumber. Alur kelas#10 diawali dengan perkenalan dari fasilitator dan peserta, menggali ide tentang apa itu sociopreneur, sharing pengalaman, dan latihan.

Disini kita tidak hanya duduk manis dan mendengarkan apa itu sociopreneur melainkan juga turut merumuskan sendiri. Kelas dimulai dengan sesi perkenalan dari masing masing peserta. Peserta diminta untuk menggambar wajah seseorang yang berada didekatnya dengan waktu satu menit saja. Kemudian hasil dari gambarnya diperlihatkan.

Hasilnya seluruh peserta dibuat tertawa dengan hasil gambar peserta lainnya. "Aneh, lucu," beberapa komentar peserta terlontar. Suasana kelas menjadi cair, tawa canda terdengar. "Enggak mirip saya," komentar salah seorang peserta pada gambar yang dimaksudkan gambar wajahnya.

Tawa yang pecah membuat kelas terasa akrab, selain masing-masing dari peserta sudah saling kenal ada juga kok yang belum saling kenal. Selanjutnya peserta diminta untuk menggambar yin yan personal, dengan menyebutkan mimpi yang belum kesampaian dan pengalaman yang paling berharga.
 

Nah sekarang saatnya masuk pada inti materi, apa sih yang disebut dengan sociopreneur itu? Dan apa nilai-nilainya? Disesi ini Dicky Lopulalan mengajak para peserta berdiskusi dalam waktu sepuluh menit dengan membentuk kelompok-kelompok kecil untuk merumuskan teorinya.

Peserta diajak berpartisiasi aktif, tidak hanya mendengar. Diskusi terbagi menjadi empat kelompok, sesi ini secara tidak langsung telah memperkenalkan peserta satu dan yang lainnya.
Socioenterpreneurship is the creation of social value that is produce in collaboration with people and organization from the civil society who are engaged in social innovations that usually imply an economic activity.
Dimana nilai sosialnya adalah menciptakan manfaat sosial yang nyata bagi masyarakat dan lingkungan sekitar. Sociopreneur berasal dari inisiatif dan partisipasi masyarakat sipil dengan mengoptimalkan modal sosial yang ada di masyarakat.
 
Lantas bagaimana sociopreneur ini memecahkan masalah sosial? Solusinya harus lebih baik, lebih murah dan yang paling penting; terjangkau.

Salah seorang peserta bertanya bagaimana memulainya? "Awali dengan hal yang sederhana," jawab Dicky. Ia memberi contoh tentang pengantar surat pos internet di Kamboja.

Seorang socioenterpreneur harus mampu memanfaatkan fasilitas-fasilitas yang ada. Misalnya, untuk menghemat biaya komunikasi kita bisa memanfaatkan bonus-bonus yang diberikan provider.

Kuncinya sociopreneur harus memiliki produk yang luar biasa, pemasaran yang luar biasa dan yang terpenting manajemen keuangan yang luar biasa pula.

"Mulailah dengan menganalisis masalah, dan banyak-banyaklah sharing," tutur Dicky. "Lakukan dengan berkolaborasi, jangan sendiri. Ajak banyak pihak untuk terlibat," tambahnya.

Sebagai bagian pelengkap dari sharing tentang enterpreneur ini, Dicky Lopulalan mengajak Rai, salah seorang teman kolaborasinya di Kedai Kopi Kultur. Rai, mengisahkan pengalamannya mengelola sebuah panti asuhan. Ia, dan beberapa orang kawannya, mendampingi salah satu panti untuk membantu perekonomiannya agar mandiri.

Para penghuni panti diajarkan bagaimana mengelola lahan disekitar panti dan beternak. Awalnya, diharapkan bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari. Hingga kemudian surplus. Dititik inilah, sociopreneur bisa dikembangkan.
 
Setelah Rai, giliran Ayip. Yang juga pengelola Kedai Kopi Kultur turut melengkapkan sharing pengalamannya bagaimana mengelola Kedai Kopi, dari awal petani hingga proses pemasarannya. Menurut Ayip, "Pelanggan adalah mitra. Mereka yang datang ke Kopi Kultur tak hanya pelanggan tapi juga partner," pungkasnya tentang strategi pemasaran yang dikelolanya.

Sharing pengalaman dari Ayip, sekaligus menutup kelas#10 Akber. Kelas yang nyaris berlangsung tiga jam ini tidak membuat peserta bosan. Sebaliknya beberapa peserta merasa terbius dan pulang dengan pertanyaan sederhana dari Dicky Lopulalan, "Apa yang sebaiknya kita lakukan setelah ini?."

No comments:

Post a Comment